Ny. Titi Mardiati [i]
Dasar pembahasan kita kali
ini akan saya ambilkan dari Matius 23: 23 – 26. Untuk mudahnya, keempat ayat
tersebut kami kutip disini:
23. Celakalah kamu, hai ahli-ahli Taurat dan
orang-orang Farisi, hai kamu orang-orang munafik, sebab persepuluhan dari
selasih, adas manis dan jintan kamu bayar, tetapi yang terpenting dalam hukum
Taurat kamu abaikan, yaitu: keadilan dan belas kasihan dan kesetiaan. Yang satu
harus dilakukan dan yang lain jangan diabaikan.
24. Hai kamu pemimpin-pemimpin buta, nyamuk kamu
tapiskan dari dalam minumanmu, tetapi unta yang di dalamnya kamu telan.
25. Celakalah kamu, hai ahli-ahli Taurat dan
orang-orang Farisi, hai kamu orang-orang munafik, sebab cawan dan pinggan kamu
bersihkan sebelah luarnya, tetapi sebelah dalamnya penuh rampasan dan
kerakusan.
26. Hai orang Farisi yang buta, bersihkanlah dahulu
sebelah dalam cawan itu, maka sebelah luarnya juga akan bersih.
Dalam perikop yang menjadi dasar pembahasan kita
kali ini, Tuhan Yesus mengutuki para ahli taurat dan orang-orang Farisi
(orang-orang Farisi, menurut kamus Alkitab, adalah kelompok orang yang ahli
dalam bidang agama, khususnya ahli dalam menafsir dan mengajarkan Taurat).
Bahkan kutukan tersebut disatukan dalam satu anak kalimat dengan orang-orang
munafik. Mari kita perhatikan pernyataan Tuhan Yesus tersebut, dalam kalimat: “Celakalah kamu, hai ahli-ahli Taurat dan orang-orang
Farisi, hai kamu orang-orang munafik.” Penyamaan ketiga kelompok orang
tersebut sebagai orang-orang terkutuk, yaitu para ahli Taurat, orang-orang
Farisi, dan orang-orang munafik, disebabkan karena menurut Tuhan Yesus,
ketiganya dari jenis orang yang sama, yang untuk jelasnya dapat kita baca dari
ayat-ayat sebelumnya, khusussnya ayat 1 sampai dengan ayat 7 yang demikian
firmanNya:
1. Maka berkatalah Yesus
kepada orang banyak dan kepada murid-murid-Nya, kata-Nya:
2. "Ahli-ahli
Taurat dan orang-orang Farisi telah menduduki kursi Musa.
3. Sebab itu turutilah
dan lakukanlah segala sesuatu yang mereka ajarkan kepadamu, tetapi janganlah
kamu turuti perbuatan-perbuatan mereka, karena mereka mengajarkannya tetapi
tidak melakukannya.
4. Mereka mengikat
beban-beban berat, lalu meletakkannya di atas bahu orang, tetapi mereka sendiri
tidak mau menyentuhnya.
5. Semua pekerjaan yang
mereka lakukan hanya dimaksud supaya dilihat orang; mereka memakai tali
sembahyang yang lebar dan jumbai yang panjang;
6. mereka suka duduk di
tempat terhormat dalam perjamuan dan di tempat terdepan di rumah ibadat;
7. mereka suka menerima
penghormatan di pasar dan suka dipanggil Rabi.
Ketiga golongan orang tersebut (yang dalam
ayat 1 – 7 hanya disebut ahli Taurat dan orang-orang Farisi), adalah orang-orang
yang lebih mementingkan penampilan luarnya demi mendapat pujian dan kehormatan
dari orang banyak. Mereka sama-sama mengajarkan ajaran-ajaran mereka, tetapi
mereka sendiri tidak melakukannya (istilah Jawa: gajah di blangkoni, iso kojah
ora iso nglakoni), mereka meletakkan beban berat dibahu orang, tetapi mereka
sendiri tidak mau menyentuhnya, dan semua pekerjaan yang mereka lakukan hanya
agar dilihat orang, agar mendapat pujian dan kehormatan dari orang banyak,
bukan dilakukan untuk Tuhan. Gambaran perbuatan yang demikian jelas menunjukkan
kemunafikan mereka. Karena itu dalam ayat 23 – 26 ketiga golongan orang
tersebut dikelompokkan dalam satu kelompok (para ah;i Taurat, orang Parisi, dan
orang munafik).
Didalam perikop yang kita bahas saat ini,
Tuhan Yesus menunjukkan betapa para ahli Taurat, orang-orang Farisi, dan
orang-orang munafik, selalu mengutamakan untuk melakukan hal-hal yang kecil,
seperti membayar persepuluhan dari selasih, adas
manis dan jintan, tetapi hal yang jauh lebih penting, yaitu: keadilan dan belas kasihan dan kesetiaan,
mereka abaikan (lihat ayat 23). Disini saya tidak bermaksud mengatakan bahwa
membayar persepuluhan tidak penting. Membayar persepuluhan tetap penting,
tetapi kalau orang taat didalam membayar persepuluhan tetapi mengabaikan
masalah keadilan, belas kasihan, dan kesetiaan, maka perbuatan tersebut menjadi
tidak berarti dihadapan Tuhan. Dalam bagian akhir ayat 23 Tuhan Yesus dengan
jelas berfirman: “Yang satu harus dilakukan dan yang lain jangan diabaikan.”
Artinya, agar perbuatan kita menjadi berharga dimata Tuhan, maka baik persepuluhan
maupun bertindak berdasarkan keadilan, belas kasihan dan kesetiaan, harus tetap
dilakukan. Perbuatan Para ahli taurat, orang-orang Farisi dan orang-orang
munafik yang membayar persepuluhan atas selasih, adas manis dan jintan tetapi
yang mengabaikan keadilan, belas kasihan dan kesetiaan tersebut, dalam ayat 24
nya oleh Tuhan Yesus diumpamakan seperti orang yang menepiskan nyamuk dari
dalam minumannya, tetapi unta yang di dalamnya mereka telan. Dengan kata lain,
hal-hal kecil (nyamuk) mereka perhatikan (mereka tepiskan), tetapi hal besar
(unta) mereka abaikan (mereka telan).
Yang lebih celaka lagi, baik
para ahli taurat, orang-orang Farisi, maupun orang-orang munafik, selalu taat
dalam membayar persepuluhan dengan maksud agar dilihat orang, agar mendapat
pujian orang banyak, dan kehormatan. Bahkan mereka lebih mementingkan
perbuatan-perbuatan yang sepele, yang tidak penting, demi mendapat pujian dan
kehormatan dari orang banyak, seperti memakai tali sembahyang yang lebar dan
jumbai yang panjang; suka duduk di tempat terhormat dalam perjamuan dan di
tempat terdepan di rumah ibadat; suka menerima penghormatan di pasar dan suka
dipanggil Rabi (ayat 5 – 7). Didalam ayat 24 Tuhan Yesus mengumpamakan perbuatan
mereka seperti orang yang hanya membersihkan cawan dan pinggan sebelah luarnya,
tetapi sebelah dalamnya penuh rampasan dan kerakusan. Artinya, mereka hanya
melakukan perbuatan-perbuatan yang nampak diluar seolah-olah baik, tetapi hati
mereka penuh kerakusan. Ada orang yang menyebutnya sebagai: “lebih mementingkan
gaya dari pada mutu.” Karena itu, dalam ayat 3 Tuhan Yesus menasehati orang
banyak dan murid-muridnya untuk menuruti ajaran para ahli Taurat dan
orang-orang Farisi, tetapi jangan menuruti perbuatan-perbuatan mereka. Karena
bagi Tuhan, yang penting bukan bagaimana penampilannya, bagaimana tampak
luarnya, tetapi yang lebih penting adalah bagaimana hatinya, apakah hatinya
bersih atau tidak, apakah hatinya selalu dipenuhi rasa kasih yang tulus, atau
penuh kepura-puraan. Didalam ayat 26 Tuhan berfirman: “bersihkanlah dahulu sebelah dalam cawan itu, maka sebelah luarnya juga
akan bersih.” Menurut saya, ayat ini memiliki arti, kalau hati kita bersih,
maka tindakan kita juga akan baik. Pengertian ayat 26 tersebut akan semakin
menjadi jelas kalau bacaan kita kita lanjutkan hingga ayat 27 dan 28 yang
demikian firmanNya:
27.
Celakalah kamu, hai ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, hai kamu
orang-orang munafik, sebab kamu sama seperti kuburan yang
dilabur putih, yang sebelah luarnya memang bersih tampaknya, tetapi yang
sebelah dalamnya penuh tulang belulang dan pelbagai jenis kotoran.
28.
Demikian jugalah kamu, di sebelah luar kamu tampaknya benar di
mata orang, tetapi di sebelah dalam kamu penuh kemunafikan dan kedurjanaan.
Perikop yang menjadi dasar bacaan kita saat ini yang seolah-olah hanya ditujukan pada para ahli Taurat dan orang-orang Farisi tersebut, sesungguhnya juga ditujukan pada kita. Kalau kita hanya mementingkan penampilan, mementingkan perbuatan yang seolah-olah baik, tetapi tidak dengan hati yang tulus, yang dilandasi dengan keadilan, belas kasihan dan kesetiaan, lebih-lebih yang hanya untuk mendapat pujian dari banyak orang, maka kita termasuk dalam bilangan orang-orang yang munafik, yang oleh Tuhan termasuk orang yang dikutuk, orang-orang yang celaka. Saya yakin kita semua tidak menghendaki untuk masuk dalam bilangan orang-orang celaka yang dikutuk Tuhan.
Perikop yang menjadi dasar bacaan kita saat ini yang seolah-olah hanya ditujukan pada para ahli Taurat dan orang-orang Farisi tersebut, sesungguhnya juga ditujukan pada kita. Kalau kita hanya mementingkan penampilan, mementingkan perbuatan yang seolah-olah baik, tetapi tidak dengan hati yang tulus, yang dilandasi dengan keadilan, belas kasihan dan kesetiaan, lebih-lebih yang hanya untuk mendapat pujian dari banyak orang, maka kita termasuk dalam bilangan orang-orang yang munafik, yang oleh Tuhan termasuk orang yang dikutuk, orang-orang yang celaka. Saya yakin kita semua tidak menghendaki untuk masuk dalam bilangan orang-orang celaka yang dikutuk Tuhan.
Yogyakarta, 27 Agustus 2013
[i] Tulisan
ini dibuat sebagai bahan PA Peran Wanita GKJ Maguwoharjo. Di publikasikan
dengan seijin Penulis, Ny. Titi Mardiati.